MENJELAJAH
WISATA ALAM & BUDAYA
KAMPUNG
ADAT SUKU BADUY
LEBAK
– BANTEN
“MENGENAL
SUKU BADUY”
KETENTUAN ADAT DESA KANEKES BADUY :
01. Menghargai serta menghormati adat istiadat
Baduy.
02. Mengisi buku tamu yang telah tersedia.
03. Tidak membawa radio / tape serta tidak
membunyikannya selama berada di Baduy.
04. Tidak membawa gitar / memainkan gitar selama
berada di Baduy.
05. Tidak membawa senapan angin dan sejenisnya.
06. Tidak menangkap /
membunuh binatang yang di temui di perjalanan kecuali yang nyata membahayakan
jiwa (Ular, Kalajengking Dll ).
07. Tidak membuang sampah sembarangan (terutama dari
bahan kaleng dan plastik ).
08. Tidak membuang sampah / sejenisnya ke sungai.
09. Tidak membuang puntung rokok yang masih menyala.
10. Tidak meninggalkan api bekas masak / api unggun
dalam keadaan menyala.
11. Tidak menebang pohon secara sembarangan.
12. Tidak mencabut / merusak tanaman sepanjang jalan
yang di lalui.
13. Tidak membawa / mengkonsumsi minuman yang
memabukkan.
14. Tidak membawa / mengkonsumsi obat-obatan
terlarang ( NARKOBA).
15. Tidak melanggar norma susila.
16. Tidak menggunakan sabun dan odol jika mandi di
sungai.
17. Melaksanakan ajaran / perintah agama serta tata
tertib dengan tidak mencolok.
18. Bagi orang kulit
putih (bukan bangsa Indonesia) dilarang memasuki daerah Baduy Dalam (Cibeo,
Cikartawana, Cikeusik dan Hutan Larangan).
19. Selama berada di
Baduy Dalam, dilarang, memotret, membuat film, membuat rekaman video dan
membuat rekaman suara.
20. Pada bulan KAWALU
menurut penanggalan Baduy selama tiga bulan berturut-turut Baduy Dalam tertutup
untuk semua tamu.
21. Semua pengunjung / tamu tanpa terkecuali
dilarang memasuki hutan larangan.
22. Semua pengunjung / tamu diwajibkan melaporkan
diri pada pihak terkait/jaro
setempat.
TTD JARO DAINAH
1. LOKASI DAN LETAK GEOGRAFIS
Gerbang
Masuk Menuju Baduy |
Apa
yang terlintas di benak kita saat mendengar tentang "SUKU BADUY"
mungkin yang terlintas sejenak dalam pikiran kita adalah penduduk
primitif.....? untuk menjawab rasa penasaran itu saya memutuskan dan
berkesempatan mengunjungi Pedalaman Baduy pada tanggal 7 – 9 September 2012.
Perjalanan kali ini saya berangkat bersama dengan Komunitas Petualang Tanah Air
(PETA), dengan 42 Peserta, 10 Panitia. Pukul 22.00 kami rombongan berangkat
dari meeting point Lapangan Parkir Kalibata menggunakan kendaraan truk tronton
sungguh menjadi suatu pengalaman yang tidak akan di lupakan, karena awalnya
saya berpikir menggunakan transportasi bus. Setelah menempuh perjalanan selama
± 6 jam melewati jalanan yang cukup berliku dengan guncangan dan semilir
angin dari luar maklum menggunakan truk tronton tentunya agak kurang nyaman,
dan sempat sekali beristirahat sejenak di sebuah pompa bensin di daerah Serang,
sekitar pukul 04.00 dini hari rombongan kami sampai di Desa Ciboleger dan
beristirahat sejenak menunggu pagi di rumah Pak Haji entah siapa namanya
saya lupa.
Suku
Baduy adalah salah satu etnis yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan posisi geografis dan administratif berada di sekitar
Pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Propinsi Banten yang dibatasi dan diapit secara administratif oleh 11 Desa dari
6 Kecamatan.
a.
Sebelah Utara dibatasi oleh :
1. Desa
Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar.
2. Desa
Cisimeut Kecamatan Leuwidamar.
3. Desa Nayagati
Kecamatan Leuwidamar.
b.
Sebelah Barat dibatasi oleh :
1. Desa
Parakan Besi Kecamatan Bojongmanik.
2. Desa
Kebon Cau Kecamatan Bojongmanik.
3. Desa
Karangnunggal Kecamatan Cirinten.
c.
Sebelah Selatan dibatasi oleh :
1.
Desa Cikate Kecamatan Cijaku.
2.
Desa Mangunjaya Kecamatan Cijaku
d.
Sebelah Timur dibatasi oleh :
1. Desa Karangcombong Kecamatan Muncang.
2.
Desa Hariang Kecamatan Sobang.
3.
Desa Cicalebang Kecamatan Sobang
Desa
Kanekes berada di kawasan Gunung Kendeng terletak di ketinggian berkisar
antara 300 – 1200 M diatas permukaan laut dengan suhu berkisar antara 16 º C –
30 º C. Wilayah Baduy berdasarkan lokasi geografinya terletak pada 60 27’
27” – 60 30’ LU dan 1080 3’ 9” – 1060 4’ 55” BT. Kondisi alamnya yang
berbukit-bukit, curah hujan cukup, kondisi jalan adalah jalan setapak
berbelok-belok, turun naiknya sekitar 60º - 90º. Jarak dari kampung satu ke
kampung yang lainnya cukup jauh dan harus ditempuh hanya dengan satu cara, yaitu
JALAN KAKI. Karena ini merupakan ketentuan HUKUM ADAT yang melarang tanah
ulayat Adat Baduy dibangun secara modern termasuk dilalui kendaraan bermotor.
Jarak dari Leuwidamar sebagai Ibu Kota Kecamatan ± 17 KM, dari Ibu Kota
Rangkasbitung 40 KM, dari Serang ± 95 KM dan dari Ibu Kota Jakarta ± 150 KM.
Jalanan Yang Menanjak |
Kawasan
Baduy terdiri 58 Kampung yang berada dalam kesatuan Tatar Kenekes. Kesatuan
Tatar Kenekes tersebut terbagi atas baduy luar (penamping) dan baduy dalam
(tangtu). Dari ke 58 kampung tersebut, yang berada dalam daerah baduy dalam
adalah : Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo. Sisanya masuk ke Baduy Luar.
Berdasarkan hasil pengukuran langsung di lapangan, daerah ini memiliki
luas wilayah sebesar 138 Ha. Wilayah-wilayah pemukiman baduy rata-rata terletak
pada ketinggian 250 m diatas permukaan laut, dengan wilayah pemukiman di daerah
yang cukup rendah 150 m diatas permukaan air laut dan pemukiman yang cukup
tinggi pada ketinggian 400 m diatas permukaaan laut.
Alam Baduy Bila Musim Kemarau
|
Saya
berkunjung disaat musim kemarau, yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya
adalah bahwa untuk berkunjung ke Pedalam Baduy diperlukan sebuah perjuangan
yang tidaklah mudah, kita tidak hanya siap secara fisik tetapi juga secara
mental batin, untuk yang anak mama dan manja jangan pernah harap trip ke mari
itu uda pasti nangis bombay minta pulang, karena untuk menuju kesana tidak ada
akses kendaraan sama sekali, kita harus menempuh perjalanan sepanjang 14 KM
untuk sampai ke Baduy Dalam dan harus rela banget plus ikhlas jalan kaki.
Sebelum
rombongan kami berangkat, kami dibantu oleh beberapa Jasa Porter dari warga Baduy Dalam yang masing-masing bernama
Naldi, Juli, Juli Sodah, Baim (Sapri), Sarmin, Suwardi, Katok, Aldi, Sangsang dan Yardi.
Dalam tata
administrasi Kabupaten Lebak terdapat 58 nama-nama kampung sebagai
berikut :
1. Kaduketug 1
30. Cicakalmuara
2.
Kaduketug 2
31. Cicakal Tarikolot
3. Cipondok 32. Cipaler 1
4.
Kadukaso
33. Cipaler 2
5.
Cihulu 34. Cicakal Girang 1
6.
Marengo 35. Babakan Cicakal Girang
7.
Balingbing 36. Cicakal Girang 2
8.
Gajeboh
37. Cipiit Lebak
9.
Cigula 38. Cipiit Tonggoh
10.
Kadujangkung
39. Cikadi Cinangsi
11.
Karahkal 40. Cikadu 1
12.
Kadugede 41. Cijangkar
13.
Kaduketer 1 42. Cijengkol
14.
Kaduketer 2 43. Cilingsuh
15.
Cicatang 1 44. Cisagu 1
16.
Cicatang 2 45. Cisagu 2
17.
Cikopeng 46. Babakan Eurih
18.
Cibongkok 47. Cijanar
19.
Sorokokod 48. Cibeo
20.
Ciwaringin 49. Cikeusik
21.
Cibitung 50. Cikartawana
22.
Batara 51. Ciranji
23.
Panyerangan 52. Cikulingseng
24.
Cisaban 1
53. Cicangkudu
25.
Cisaban 2 54. Cibagelut
26.
Leuwihandam
55. Cisadane
27.
Kadukohak 56. Batubeuah
28.
Cirancakondang 57. Cibogo
29.
Kaneungai 58. Pamoean
Menjelajahi Pedalaman Baduy kita akan
melewati sungai-sungai baik kecil maupun lebar, antara lain Sungai Ciujung di
Kampung Gajeboh dan Sungai Cicakal. Kita akan menemui jembatan berkontruksi
bahan alamai dari bambu yang diikat dengan tali ijuk, rotan atau bambu, dan
sudah terbukti kekuatannya.
2.
DALAM PERJALANAN
Batik Baduy Ciri Khas Warna Biru |
Disepanjang perjalanan menuju Kampung Cibeo Baduy Dalam kita akan
menjumpai beberapa penduduk Baduy Luar khususnya dikerjakan oleh kaum wanita
yang membuat tenunan khas setempat, ragam dan coraknya berfariatif dengan
berbagai ukuran, ada kain sarung, syal dengan beberapa motif dan ukuran
serta batik baduy. Dengan membeli hasil tenunan dari mereka berarti kita turut
serta membantu perekonomian mereka dan melestarikan salah satu hasil kekayaan
bangsa kita sekaligus berbangga diri dengan menggunakan produk dalam negeri,
karena hasil tenunan mereka berkwalitas bagus kagak ada barang kw di sini.
Wanita Baduy Ketika Menenun |
Disepanjang perjalanan menuju Kampung Cibeo Baduy Dalam kita akan
menjumpai beberapa penduduk Baduy Luar khususnya dikerjakan oleh kaum wanita
yang membuat tenunan khas setempat, ragam dan coraknya berfariatif dengan
berbagai ukuran, ada kain sarung, syal dengan beberapa motif dan ukuran
serta batik baduy. Dengan membeli hasil tenunan dari mereka berarti kita turut
serta membantu perekonomian mereka dan melestarikan salah satu hasil kekayaan
bangsa kita sekaligus berbangga diri dengan menggunakan produk dalam negeri,
karena hasil tenunan mereka berkwalitas bagus kagak ada barang kw di sini.
Nenek ini saya jumpai ketika dalam perjalanan pulang dari Baduy Dalam,
beliau sudah tidak dapat mendengar dengan baik.
|
3.
SEJARAH ASAL-USUL ORANG BADUY
Baduy adalah sebutan yang melekat pada
orang-orang yang tinggal di sekitar kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes,
Kecamatan Lauwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten, dengan ciri-ciri yang
khas dan unik dibanding dengan orang-orang yang ada disekitar mereka, demikian
pula dengan orang-orang yang tinggal di daerah Banten pada umumnya. Keunikan
yang mereka miliki adalah terlihat dengan jelas dalam tata cara berpakaian,
keseragaman bentuk rumah, penggunaan bahasa, kepercayan dan adat istiadat.
Sebutan
lain untuk "Baduy" yang diberikan oleh penduduk luar
kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda
yang agaknya mempersamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab yang
merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Mengenai asal usul orang
Baduy, jawaban yang akan diperoleh adalah mereka keturunan dari Batara Cikal,
salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut
sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut
kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Baduy mempunyai tugas
bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia. Mereka juga
beranggapan bahwa suku Baduy merupakan peradaban masyarakat yang pertama kali
ada di dunia Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung
Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka
menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang
Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu
kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
PSebutan
lain untuk "Baduy" yang diberikan oleh penduduk luar
kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda
yang agaknya mempersamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab yang
merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Mengenai asal usul orang
Baduy, jawaban yang akan diperoleh adalah mereka keturunan dari Batara Cikal,
salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut
sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut
kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Baduy mempunyai tugas
bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia. Mereka juga
beranggapan bahwa suku Baduy merupakan peradaban masyarakat yang pertama kali
ada di dunia Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung
Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka
menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang
Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu
kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Itu
mengapa orang Baduy khususnya Baduy Dalam sangat konsen menjaga alamnya, karena
mereka mengandalkan hidup dari alam, begitu cintanya kepada alam ciptaan Tuhan
Yang Maha Kuasa, mereka mandi tidak menggunakan sabun, sampo, odol dan
sejenisnya yang menggunakan zat-zat kimia. Mereka amat sangat sadar bahwa
mereka mengandalkan hidup dari alam sehingga mereka harus menjaga alam yang ada
di sekitar mereka jangan sampai tercemar, rusak bahkan punah.
Adat,
budaya dan tradisi yang hidup di Baduy mudah dilihat dari 3 hal yang mewarnai
kehidupan mereka, yaitu : sikap hidup sederhana, bersahabat dengan alam dan
semangat dalam kemandirian. Kesederhanaan adalah titik pesona yang melekat pada
identitas Suku Baduy hingga saat ini, masyarakat Baduy berusaha tetap bertahan
pada kederhanaan di tengah kuatnya arus modernisasi di segala bidang, bagi
mereka kesederhanaan bukanlah kekurangan atau ketidak mampuan, tetapi sudah
menjadi bagian dari kehidupan yang tak terpisahkan itulah arti kebahagiaan
hidup bagi mereka. Ukuran kesejahteraan bukanlah dengan cara hidup di luar adat
mereka.
Lingkungan
tempat tinggal mereka tidak dijangkau oleh transportasi modern, dan terpencil
di tengah-tengah bentang alam pegunungan, perbukitan rimbun serta hutan,
lengkap dengan sungai dan anak sungai, juga hamparan kebun dan tanah ladang dan
Danau Dandang adalah satu-satunya danau yang terdapat di Baduy.
Andai
kita sebagai warga masyarakat yang hidup dan tinggal di kota-kota besar
mempunyai sedikit saja keperdulian akan alam dan dapat menjaganya seperti
mereka, pasti yang namanya bencana alam banjir, tanah longsor, rob air laut dsb
tidak terjadi di sebagian besar negeri ini.
Masyarakat
Baduy adalah sosok masyarakat yang dari waktu ke waktu, generasi ke generasi
hidup penuh dengan kesederhanaan, ketaatan, keikhlasan, kukuh pengkuh dalam
mempertahankan dan melaksanakan tradisi serta amanat leluhurnya. Mereka sangat
menyatu demi tetap tegaknya dan berdirinya kesukuan mereka, maka adat istiadat
dan pusaka leluhur harus terus dijaga dan diletarikan dengan diwariskan secara
terus-menerus kepada anak cucunya secara tegas dan mengikat.
Dengan kearifan, kebijaksanaan dan penglihatan batin yang tajam jauh ke depan, para leluhur dan tokoh adat Baduy sudah dapat memperkirakan bahwa tidak mungkin seluruh anak cucunya mampu mempertahankan amanat leluhurnya secara murni dan konsekuen. Mereka menyadari bahwa ketaatan dan keikhlasan manusia tidaklah sama, sehingga pewarisan budaya kepada anak cucunya pun tidak sama. Lahirnya kelompok pewaris yang disebut Baduy Dalam dan Pewaris yang disebut Baduy Luar. Kedua Kelompok Pewaris ini memiliki ciri-ciri spesifik tertentu dalam melaksanakan amanat leluhurnya karena sejak awal sudah dibuat alur masing-masing yang sangat jelas dan tegas dengan perangkat hukum adat yang jelas pula. Inilah yang kemuadian menjadikan mereka sebagai satu kesukuan yang unik.
4. BADUY
DALAM DAN BADUY LUAR
Baduy
Dalam
Dapat
dikatakan representasi dari masyarakat Baduy masa lalu yang mendekati pada
pewaris asli budaya dan amanat leluhur kesukuan mereka. Istilah pewaris asli
hanya menunjuk pada tingkat ketaan dan kesadaran komunitas mereka dalam
mempertahankan adat istiadatnya dan kekonsistenan menutup dirinya dari
pengaruh-pengaruh kebudayaan asing yang dianggap negatif. Dengan adanya
penetapan secara khusus wilayah Perkampungan Baduy Dalam yang hanya berlokasi
di 3 kampung, yaitu : Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik dengan batasan hukum
yang tetap, tegas, serta mengikat ke dalam semua pihak dan ke dalam aspek
kehidupannya.
Suku Baduy Dalam |
Masyarakat
Baduy Dalam dengan segala ketaatan, kepatuhan serta keikhlasan untuk selalu
menunaikan amanat leluhur serta berani menerima konsekuensi atas pilihan
hidupnya adalah salah satu contoh potret kehidupan masyarakat yang kehidupan kesehariannya
dilandasi oleh kesadaran, keteguhan dan kejujuran atas keyakinan yang mereka
yakini kebenarannya.
Anak Suku Baduy Dalam |
Baduy Dalam tidak diperbolehkan memiliki
atau menyimpan benda modern apapun yang ditabukan oleh aturan adat. Warga Baduy
Dalam tidak diperbolehkan naik atau mengendari kendaraan bermotor, kemanapun
pergi harus berjalan kaki berapapun jauhnya jarak, tidak diperbolehkan
mandi atau mencuci mempergunakan sabun, shampo dan pasta gigi serta tidak
diperbolehkan merokok, hal ini mereka lakukan hanya dengan satu alasan yakni
aturan adat mereka yang telah mengariskan demikian secara turun temurun.
Generasi Muda Suku Baduy Dalam |
Perbedaan
yang tampak dari Baduy Dalam adalah ditengarai dengan busana yang dikenakan,
kaum pria menggunakan ikat kepala putih, baju pangsi putih, terbuat dari bahan
tenun kasar, bawahannya semacam kain tenun lurik berwarna hitam yang dililitkan
seperti sarung setinggi lutut. Bila bepergian melengkapi diri dengan tas
kantong kain warna putih dan selalu membawa golok, dan yang pasti kemanapun
mereka pergi tidak boleh menggunakan alas kaki.
Jika
kita berkunjung ke Baduy Dalam ada baiknya mengikuti tata aturan yang telah ada
dengan tidak menyalakan peralatan komunikasi apapun, mengambil foto, bertutur
kata yang tidak senonoh, tidak membuang sampah, bersikap tidak sopan,
bertanyalah pada Suku Baduy yang menemani anda sepanjang perjalanan apa yang
boleh dan tidak untuk dilakukan.
Baduy
Luar
Komunitas
Baduy Luar lebih di persiapkan kepada penjaga, penyangga, penyaring, pelindung
dan sekaligus penyambung silahturahmi yang intensif dengan pihak luar sebagai
bentuk penghargaan, kerja sama, dan partisipasi aktif dalam kegiatan kenegaraan
untuk menunjukkan bahwa mereka adalah salah satu suku bangsa yang sama-sama
memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya.
Suku Baduy Luar |
Baduy
Luar adalah satu contoh dan potret nyata masyarakat yang setia sebagai saudara
untuk selalu menjaga, melindungi, serta membantu berbagai kebutuhan, harapan
dan permasalahan Baduy Dalam walaupun mereka memiliki perbedaan dalam arti
kebebasan atau keringanan pelaksanaan hukum adat dalam bentuk kegiatan gotong
royong dan/atau dalam bentuk musyawarah di lembaga adat. Walaupun keterbukaan
mereka lebih longgar dari Baduy Dalam, tetapi tetap terbatas dalam
aturan-aturan adat yang tidak boleh dilanggar.
Anak-anak Suku Baduy Luar |
Warga
Baduy Luar lebih dinamis dalam bepergian, mereka boleh menggunakan kendaraan
umum dengan demikian jangkauan hidup pergaluan mereka juga lebih luas. Busana
adat yang mereka kenakan sehari-hari dominan pada warna hitam dengan ikat
kepala biru tua bermotif batik, baju komprang dan celana selutut, boleh
menggunakan kemeja, kaos bahkan celana jins. Kebalikan dari Baduy Dalam mereka
kaun Baduy luar boleh mandi mengunakan sabun, sampo, odol dan merokok, bahkan
mereka boleh memiliki dan menggunakan alat-alat elektronik, seperti TV, radio,
juga HP.walaupun begitu Warga Baduy Luar tetap bersikap waspada untuk tetap
melewati batasan aturan adat yang mereka pegang dan hormati.
Baik
Baduy Dalam dan Baduy Luar sangat memegang teguh suatu doktrin yang mewajibkan
mereka melakukan berbagai hal sebagai amanat leluhurnya terdahulu, antara lain
:
1. Bertapa bagi kesejahteraan dan keselamatan
pusat dunia dan alam
semesta.
2. Memelihara sasaka Pusaka
Buana.
3. Mengasu Ratu memelihara
Menak.
4. Menghormati Guriang dan
melaksanakan Muja.
5. Melakukan Seba setahun
sekali.
6. Menyelenggarakan dan
menghormati Upacara Adat Ngalaksa.
7. Mempertahankan dan menjaga
Adat Bulan kawalu.
Adapun persamaan mendasar yang
tetep mereka pegang teguh antara Baduy Dalam dan Baduy Luar adalah berupaya
mempertahankan falsafah hidup dalam kesederhanaan, menjaga dan memelihara hidup
dengan harmony dalam bingkai keseimbangan bersama alam dan lingkungannya yang
sudah ada sejak jaman leluhur mereka.
4.
RUMAH ADAT SUKU BADUY
RUMAH
BADUY LUAR
Yang
akan terlihat dari kontrusksi bangunan rumah semuanya serba alami dengan
memanfaatkan bahan-bahan alam yang ada disekitar mereka, kayu untuk tiang dan
kerangka utamanya, bambu untuk tali, lantai dan dindingnya, ijuk dan daun kiray
untuk bahan atap, paku, engsel dan slot kunci menggunakan bahan pabrikan yang
sederhana, untuk rumah bagi Suku Baduy Luar boleh mempergunakan material pabrik
dengan terbatas dan sesuai peraturan adat.
Ciri Rumah Adat Suku Baduy Luar yang letak dan penataannya dalam harmony
keseragaman yang sama, mereka hidup sangat rukun berdampingan dalam
kesederhanaan yang sangat bersahaja.
Dalam
membuat rumah Suku Baduy Luar boleh memiliki lebih dari satu pintu dan jendela,
tetapi tidak boleh mempergunakan kaca. Bilik yang dipergunakan boleh memakai
motif atau corak, boleh memiliki kamar tidur lebih dari satu, boleh mempergunakan
variasi seni sesuai dengan keinginan dan kemampuan, tidak memiliki Balai Adat,
serta boleh menempatkan posisi rumah yang penting rapi sesuai dengan arah
utara-selatan.
RUMAH
BADUY DALAM
Rumah Adat Suku Baduy Dalam, gambar
ini adalah ilustrasi yang saya ambil dari sebuah buku karya ERWINANTU, karena
di Baduy Dalam tidak diperbolehkan mengambil foto.
|
Dalam
membangun rumahnya Suku Baduy Dalam tidak boleh merubah kontur atau kondisi
tanah yang ada harus dibiarkan sesuai dengan aslinya. Dalam pembuatan rumah
tidak boleh mempergunakan paku dan peralatan modern, hanya boleh mempergunakan
pasak dan tali bambu/rotan, hanya boleh memiliki satu pintu dan tidak boleh
berjendela, bentuk biliknya sederhana tidak boleh bercorak, lantainya hanya
boleh mempergunakan bambu/talupuh (amben), disetiap kampung memiliki bangunan
yang disebut Balai Adat, posisi rumah tidak boleh menghalangi antara rumah Puun dengan
Balai Adat.
Rumah
Adat Suku Baduy Dalam merupakan jenis rumah panggung berbentuk segi emapat,
rumah ini sangat unik karena hanya memiliki satu pintu dan selalu menghadap
utara – selatan. Tungku api tempat memasak berada di dalam rumah, pintu dan
lantai rumah terbuat dari bambu yang dibelah, bentuknya seragam, berdinding
anyaman bambu dan beratap rumbia, tinggi lantai rumah pada medan datar sekitar
80 – 100 sentimeter dari permukaan tanah, semua bahan pembuatan rumah harus
mempergunakan bahan alami yang tersedia di sekitarnya, pembagian ruangan juga
amat sederhana hanya ada 2 ruang, satu ruang adalah kamar keluarga, satu ruang
lagi ruang serbaguna berbentuk L yang disebut tepas, setelah mendirikan rumah
mereka mengadakan syukuran sebagai ungkapan rasa terimakasih kepda Yang Maha
Kuasa.
5.
LEUIT
Istilah
Leuit atau lumbung padi ini agak menarik adalah penempatan leuit, karena letaknya
agak berjauhan dari rumah tinggal Para Suku Baduy. Masyarakat Baduy adalah
msyarakat yang menganut pola hidup sederhana yang secara mandiri berusaha
memenuhi segala kebutuhan hidupnya secara mandiri dari alam sekitar
mereka.
Kebutuhan pangan mereka penuhi dengan 2
cara, pertama adalah dengan menanam padi di ladang setahun sekali, tetapi
hasilnya tidak dijual belikan, tetapi di simpan di dalam leuit masing-masing.
Ada yang unik dari Suku Baduy dalam berprinsip selama mereka masih memiliki
uang, mereka akan membeli beras dari luar meski mereka juga menghasilkan padi
sendiri. Padi yang mereka hasilkan hanya disimpan di dalam lumbung/leuit, dan
baru akan dikomsumsi apabila saat upacara adat atau jika memang bener-benar
dibutuhkankan sebagai cadangan atau persiapan bila suatu saat terjadi bencana
alam yang mengakibatkan kekurangan pangan.Kedua dengan cara mereka berusaha sekuat
tenaga memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dengan, membeli beras dan
kebutuhan hidup lainnya dari para pedagang di sekitar pemukiman mereka.
6.
MATA PENCAHARIAN SUKU BADUY
Masyarakat
Baduy termasuk masyarakat yang produktif dalam arti kata mereka memanfaatkan
waktu dengan menghasilkan kegiatan yang bermanfaat, di saat waktu senggang
tatkala mereka tidak pergi ke ladang mereka menenun berbagai jenis pakaian khas
Baduy, misalnya : selendang, sarung, pakaian adat bagi para perempuan.
Sedangkan kaum prianya biasanya memanfaatkan waktunya dengan membuat kerajinan
anyaman membuat koja, jarong, tas pingang, topi, dsb yang terbuat dari kulit
pohon teureup serta bentuk-bentuk kerajinan lainnya sebagai cinderamata khas
Baduy.
Dari
hasil ladang Suku Baduy menghasilkan pisangtai dan durian (bila sedang
musim hasilnya berlimpah). Biasanya hasil penjualan dari ladang mereka belikan
beras, minyak, garam ikan asin dan rokok.
Kehidupan
masyarakat Baduy umumnya adalah bertani. Pola pertanian masyarakat Baduy menggunakan
Sistem perladangan berpindah atau perladangan daur ulang telah dipraktekkan
selama berabad-abad dan merupakan bentuk pertanian yang paling awal di wilayah
tropika dan subtropika. Sistem pertanian dilakukan adalah tanaman pangan dalam
waktu dekat (pada umumnya 2 – 3 tahun) dan kemudian diikuti dengan fase
regenerasi atau masa berat yang lebih lama (pada umumnya 10 – 20 tahun).
Pembukaan
hutan biasanya menggunakan alat sederhana, dilakukan secara tradisional, dan
menggunakan cara tebang bakar (Nair, 1993). Secara tradisional masyarakat Baduy
membedakan enam jenis perladangan atau huma berdasarkan fungsi, pemilikan, dan
proses mengerjakannya (Garna, 1993). Keenam huma tersebut adalah :
1. Huma
serang, yaitu ladang yang dianggap suci yang ada di wilayah
Baduy dalam,yang hasilnya digunakan untuk kepentingan upacara adat.
2. Huma
puun, yaitu ladang khusus milik puun di Baduy dalam.
3. Huma
tangtu, ladang yang digarap warga Baduy dalam.
4. Huma
tuladan, ladang komunal di Baduy luar yang hasilnya untuk keperluan desa.
5. Huma
panamping, ladang warga masyarakat Baduy luar.
6. Huma
urang baduy, yaitu ladang di luar wilayah baduy yang dikerjakan orang Baduy luar dan hasilnya diambil untuk kepentingan keluarga masing-masing.
Seni
pahat, seni ukir ataupun seni lukis tidak akan dijumpai di kawasan Baduy. Hal
tersebut dikarenakan memang mereka tidak mengenalnya. Di Baduy unsur kesenian
dan kerajinan masih bertaraf sederhana seperti halnya kehidupan mereka
sehari-hari. Adapun kesenian yang dikenal oleh orang Baduy antara lain :
-
Angklung
-
Kecapi
-
Rendo
7.
SISTEM KEPERCAYAAN DAN RELIGI
Masyarakat
Baduy menyakini alam semesta ini diciptakan dan dipelihara oleh kekuasaan Tuhan
maha Pencipta yang mereka sebut Adam Tunggal. Adapun keberadaan Suku baduy yang
menamakan dirinya sebagai kelompok masyarakat pemelihara keseimbangan alam
(wiwitan) dengan Pikukuh Karuhun (dokrin) Ngasuh Ratu Nyayak Menak,
Ngabaratapakeun Ngabaratanghikeun Wiwitan.
Hampir seluruh perjalanan dan kegiatan
ritual adat Suku Baduy pada pelaksanaannya ternyata harus mengarah ke satu arah
yang dianggap sebagai suatu daerah atau kawasan yang disucikan/dikeramatkan,
dan arah tersebut dianggap sebuah arah yang sakral untuk diistimewakan sebagai
bentuk penghormatan terhadap kepastian amanat leluhurnya. Bagi masyarakat Baduy
arah Selatan adalah suatu arah yang harus mereka hormati dan diyakini sebagai
kiblat. Tingginya keyakeka terhadap kiblat ditunjukkan dengan lahirnya suatu
keputusan adat (sebuah wasiat) yang jelas, tegas serta mengikat ke seluruh
masyarakat keturunan mereka dan dunia luar bahwa di kawasan sekitar hutan
tutupan (leuweung kolot) di hulu Sungai Ciujung di Gunung Pamuntuan dinyatakan
sebagai kawasan terlarang untuk dikunjungi atau dipergunakan sebagai pemukiman.
Kawasan tersebut dintakan sebagai Intinya Jagad yang mereka namakan Sasaka
Domas, sebuah kawasan atau hamparan tanah yang diyakini kesuciannya.
Mulanya Orang Baduy memuja lelembut. Yang dimaksud
Lelembut adalah roh halus atau roh gaib yang dianggap sebagai nenek moyang pemberi
hidup dan mati. Roh itu adalah yang menjiwai segala-galanya. Sebagai pemegang
kekuasaan tunggal yang disebut Batara Tunggal. Tempat kediaman lelembut adalah
didekat mata air Ciujung dan Cisemet. Tempat keramat ini sangat dipuja dan
dinamakan Arca Domas. Tempat pemujaan ini hingga sekarang sangat terlarang
untuk orang luar. Kini Suku Baduy yang merupakan suku tradisional di Provinsi
Banten hampir mayoritasnya mengakui kepercayaan sunda wiwitan. Sunda Wiwitan
sebagai “Agama Adat” adalah penamaan bagi keyakinan atau sistem keyakinan
“masyarakat keturunan Sunda”. Meski penamaan itu tidak muncul oleh komunitas
penganut Sunda Wiwitan, tetapi kemudian istilah itu dilekatkan pada beberapa
komunitas dan individu Sunda yang secara kukuh mempertahankan budaya spiritual
dan tuntunan ajaran leluhur Sunda.
Sunda wiwitan meyakini akan adanya Allah sebagai “Guriang Mangtua” atau disebut pencipta alam semesta dan melaksanakan kehidupan sesuai ajaran Nabi Adam sebagai leluhur yang mewarisi kepercayaan turunan ini. Kepercayaan sunda wiwitan berorientasi pada bagaimana menjalani kehidupan yang mengandung ibadah dalam berperilaku, pola kehidupan sehari-hari, langkah dan ucapan, dengan melalui hidup yang mengagungkan kesederhanaan (tidak bermewah-mewah) seperti tidak mengunakan listrik, tembok, mobil dll. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy menurut kepercayaan sunda wiwitan :
1.Upacara
Kawalu yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan kawalu yang
dianggap suci dimana pada bulan kawalu masyarakat baduy melaksanakan ibadah
puasa selama 3 bulan yaitu bulan Kasa, Karo, dan Katiga.
2.
Upacara ngalaksa yaitu upacara besar yang dilakukan sebagain uacapan syukur
atas terlewatinya bulan-bulan kawalu, setelah melaksanakan puasa selama 3
bulan. Ngalaksa atau yang sering disebut lebaran.
3.
Seba yaitu berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang bertujuan
merapatkan tali silaturahmi antara masyarakat baduy dengan pemerintah, dan
merupakan bentuk penghargaan dari masyarakat baduy.
4.
Upacara menanam padi dilakukan dengan diiringi angklung buhun sebagai
penghormatan kepada dewi sri lambang kemakmuran.
5. Kelahiran yang dilakukan melalui urutan kegiatan
yaitu:
- Kendit yaitu upacara 7
bulanan ibu yang sedang hamil.
- saat bayi itu lahir akan
dibawa ke dukun atau paraji untuk dijampi- jampi.
- setelah 7 hari setelah
kelahiran maka akan diadakan acara perehan atau selamatan.
- Upacara Angiran yang dilakukan
pada hari ke 40 setelah kelahiran.
- Akikah yaitu dilakukannya
cukuran, khitanan dan pemberian nama
oleh dukun
8.
SISTEM PEMERINTAHAN
Pada
masyarakat Baduy ini dikenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan
nasional dan sistem tradisional (adat). Dalam pamarentahan Baduy
baik seisten nasional maupun sistem tradisional memiliki pejabat dengan sebutan
sendiri-sendiri :
1.
Pemerintahan Nasional
Jaro Pamarentah adalah
kepala desa Kenekes. Lingkup kerjanya sama halnya dengan kepala desa lainnya di
Indonesia, ia berada di bawah camat, kecuali untuk urusan adat yang tunduk
kepada kepala pemerintahan tradisional. Pengangkatan Jaro Pamarentah ini harus
disetujui oleh kedua belah pihak antara para puun maupun
pemerintah daerah. Jaro pamarentah dibantu oleh paling tidak
tiga orang pembantu utama, yaitu carik adalah juru tulis desa
yang selalu berasal dari luar Kanekes, dan dua orang pangiwa,
pembantu jaro pamarentah yang berasal dari panamping.
2.
Pemerintahan Tradisional
Ada
3 kelompok kekerabatan dalam kesatuan, yaitu tangtu Cikeusik, tangtu Cikartawana
dan tangtu Cibeo. Adapun hirarki kekerabatan itu sesuai dengan
urutan dari yang paling tua ke yang paling muda, yaitu Cikeusik, Cikartawana,
dan Cibeo. Dari ketiganya masing-masing memiliki Puun, yaitu pemimpin tertinggi
yang memiliki kekuasaan dan kewibawaan yang sangat besar, sehingga para
pemimpin yang ada di bawahnya dan warga masyarakat Baduy tunduk dan patuh
kepadanya. Mereka bertugas untuk mengatasi semua aspek kehidupan di dunia dan
mempunyai hubungan dengan karuhun. Dalam kesatuan puun tersebut
senioritas ditentukan berdasarkan alur kerabat bagi peranan tertentu dalam
pelaksanaan adat dan keagamaan Sunda Wiwitan. Dalam menjalankan
aktivitasnya dibantu oleh sejumlah pejabat adat dan agama.
a. Jaro
Dalam pamarentahan Baduy,
istilah jaro banyak digunakan. Arti kata jaro sendiri
adalah ketua kelompok atau pemimpin. Pemimpin tangtu adalah jaro
tangtu. Ia bertugas sebagai kokolotan lembur dan sekaligus
pula bertindak sebagai kokolot lembur. Selain itu, ia pun
harus turut serta seba ke ibukota kabupaten di Rangkasbitung
dan keresiden Banten yang kini menjadi Gubernur di Serang. Jaro tangtu diangkat
menurut alur keturunan dari para jaro terdahulu, yang
disiapkan oleh pikukuh langsung di bawah tangkesan dan
pengawasan puun. Apabila calon jaro tangtu dianggap
siap, walaupun ia masih muda, ia dapat diangkat. Pada tingkat panamping terdapat
seorang jaro yang tidak hanya mengurus dan mengatur seluruh jaro,
tetapi juga berkuasa mutlak sebagai pengawas serta pelaksana tertinggi pikukuh di panamping.
Dari keduabelas jaro, yaitu tiga jaro tangtu, tujuh
orang jaro dangka, seorang jaro warega, dan
seorang jaro pamarentah, maka ia adalah koordinator kerja para jaro yang
dalam pamarentahan Baduy dikenal dengan sebutan jaro
duawelas. Jaro warega berperan dalam upacara keagamaan,
terutama untuk persiapan dan pelaksanaan seba, tetapi pada posisi
pimpinan dalam Sunda Wiwitan, ia adalah pembantu utama tanggungan jaro
duawelas.
b.
Girang Seurat
Girang
seurat atau kadang disebut seurat merupakan jabatan tertinggi kedua setelah
puun yang melaksanakan tugas sebagai “sekertaris” puun atau pemangku adat, juga
bertugas mengurus huma serang “ladang bersama” dan menjadi penghubung dan
pembantu utama puun. setiap orang yang ingin menghadap atau bertemu puun harus
melalui girang seurat. tamu dari luar lebih dihadapi oleh girang seurat yang
mewakili puun. sebagai pembantu puun, girang seurat hanya ada di tangtu
Cikeusik dan Cibeo, sedangkan di Cikertawana tugas yang sama dipegang oleh
kokolot “tetua kampung”.
c.
Baresan
Baresan
adalah semacam petugas keamanan kampung yang bertugas dan bertanggungjawab
dalam bidang keamanan dan ketertiban. mereka termasuk dalam anggota sidang
kapuunan atau semacam majelis yang beranggotakan sebelas orang di Cikeusik,
sembilan orang di Cibeo dan lima orang di Cikertawana. mereka juga dapat
menggantikan puun menerima tamu yang akan menginap dan dalam berbagai upacara
adat.
d.
Palawari
Palawari
merupakan kelompok khusus – semacam panitia tetap – yang bertugas sebagai
pembantu, pesuruh dan perantara dalam berbagai kegiatan upacara adat. mereka
mendapat tugas dari tangkesan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan persiapan
dan pelaksanaan suatu upacara adat, yakni menyediakan makanan untuk semua
petugas dan warga yang terlibat dalam upacara tersebut.
e.
Tangkesan
Tangkesan
merupakan ”menteri kesehatan” atau dukun kepala dan sebagai atasan dari semua
dukun yang ada di baduy. Ia juga merupakan juru ramal bagi segala aspek
kehidupan orang baduy. Ia terlibat dalam penentuan orang yang pantas menjadi
puun. ia juga orang yang memberi restu pada orang yang ingin menjadi dukun.
Oleh karena itu, orang yang menjabat sebagai tangkesan harus cendikia dan
menguasai ilmu obat-obatan dan mantera-mantera. sekalipun tangkesan dapat
memberikan nasihat dan menjadi tempat bertanya bagi puun, jabatan ini dapat
dipegang oleh orang baduy luar. Dalam hal ini, biasanya ia merupakan keturunan
dari tangkesan sebelumnya. Ada beberapa sebutan dukun pada masyarakat baduy,
yakni paraji (dukun beranak), panghulu (dukun khusus mengurus orang yang
meninggal), bengkong julu (dukun sunat untuk pria) dan bengkong bikang (dukun
sunat untuk wanita).
9.
BAHASA
Orang
Baduy dalam tidak mengenal budaya tulis, adat istiadat, kepercayaan/agama
dan cerita nenek moyang hanya didapatkan melalui bahasa lisan saja. Untuk
berkomunikasi dengan masyarakat luar, orang baduy dalam dapat
mengkomunikasikannya dengan bahasa Indonesia. Walaupun bahasa Indonesia yang
digunakan sedikit terbata-bata dalam pengucapannya. Hal ini dikarenakan orang
baduy dalam tidak diperkenankan sekolah karena aturan adat yang melarangnya.
Sedangkan dalam berkomunikasi dengan sesama Orang Baduy, mereka sering
menggunakan bahasa Sunda. Namun dalam pengucapannya bahasa sunda yang dipergunakan
adalah bahasa Sunda Banten.
Tips dan Saran :
1. Apabila memang
tidak ingin repot sepanjang perjalanan, berikan saja semua bawaan kalian kepada
porter ( Orang Baduy), mereka dengan senang hati akan menerimanya dan mereka
akan menemani dan mendampingi kita selama dalam perjalanan.
2. Berikan upah
sepantasnya kepada Jasa Porter yang anda pakai selama pulang dan pergi, karena
mereka tidak akan meminta harga dan tidak ada tawar menawar disini.
3. Bawalah bekal
secukupnya selama dalam perjalanan, seperti air minum, cemilan dan makan siang
karena disepanjang perjalanan tidak ada yang berjualan.
4. Bagilah bekal
anda kepada Porter yang ada sewa dan beberapa lainnya, karena mereka juga
jarang-jarang makan makanan yang kita bawa.
5. Sebelum
berangkat menuju Baduy Dalam ada baiknya secara berkelompok belanja seperti
beras, mie instan, sarden, kornet, dll menurut selera kita, nantinya
bahan-bahan tersebut kita serahkan kepada tuan rumah untuk dimasak dan dimakan
secara bersama –sama dimana kita akan bermalam. Di Kampung Ciboleger Baduy Luar
tempat kita bermalam sebelum menuju perjalanan ke Baduy Dalam ada
beberapa toko yang menjual bahan makanan.
6.
Tidak membuang
sampah sepanjang perjalanan.
Dengan berkunjung ke Pedalaman Suku
Baduy kita akan belajar banyak hal tentang kehidupan yang tidak pernah kita
bayangkan sebelumnya, betapa besarnya mereka menghargai alam lingkungan beserta
isinya. Khususnya Suku Baduy Dalam yang hidupnya sangat bersahaja dalam
menjalani hidup, mereka hidup dalam kesederhanaan dan tetap bertahan dalam situasi
dan kondisi yang menurut kita serba terbatas.
Ada sebuah filosofi yang baru saya
tahu kenapa tidak ada tanaman singkong tumbuh disana, hal ini di sebabkan
karena bahan makanan pokok mereka adalah nasi, maka tanaman yang tumbuh di sana
tingginya tidak boleh melebihi bahan makanan yang pokok, begitu pula dengan
cara memasaknya, beras sebagai bahan makanan utama tidak boleh dimasak dengan
bahan makanan apapun, misalnya kita menanak nasi lalu diatasnya ditumpangi
singkong, ini tidak boleh dilakukan, kalau itu dilanggar maka yang terjadi
adalah hasil tanaman padi mereka tidak akan bisa di panen.
Teman-teman saya
seperjalanan ke Pedalaman Suku Baduy :
1. Toosy Muhammad
(Fotografer) 21.
M. Arief Wibowo (Arsitek)
2. Agung Horsono Primo
(Fotografer) 22.
Ira Lathief (Penulis
3. Daan Andraan 23. Ervita Widyastuti
4. Yuli Fitriani 24.
Echi
5. Rurisa Candra
Amartawati 25.
Ochal
6. Dennise
Devito (Wartawan Tempo) 26. Dui
7. Marita 27. Aby
8. Denok 28. Yusra
9. Duta Costan 29. Kuro
10. Agnes 30. Madun
11. Yusef Rizal 31. Andre
12. Mahendra Agung 32. Dinda Eka Putri
13. Wibowo Wibisono 33. Budi Yasri
14. Mohamad D 34. Dian Savitri
15. Rina Anggraeni 35. Ade Subrata (Wartawan Tempo)
7. Marita 27. Aby
8. Denok 28. Yusra
9. Duta Costan 29. Kuro
10. Agnes 30. Madun
11. Yusef Rizal 31. Andre
12. Mahendra Agung 32. Dinda Eka Putri
13. Wibowo Wibisono 33. Budi Yasri
14. Mohamad D 34. Dian Savitri
15. Rina Anggraeni 35. Ade Subrata (Wartawan Tempo)
16. Riza Pranita 36. Nana
17. Ratna (Guru) 37. Vita
18. Hendri (Guru) 38. Widie (Guru)
19. Sari (Guru) 39. Desi (Guru)
20. Vidi
17. Ratna (Guru) 37. Vita
18. Hendri (Guru) 38. Widie (Guru)
19. Sari (Guru) 39. Desi (Guru)
20. Vidi
Panitia :